Senin, 19 Maret 2012

praktek magang bitung


PENERAPAN STANDAR SANITATION OPERATION
PROCEDURE (SSOP) PADA PROSES PENGOLAHAN IKAN
KAYU DI PT. ETMIECO SARANA LAUT KOTA BITUNG
PROPINSI SULAWESI UTARA


LAPORAN PRAKTEK MAGANG



Oleh

M U L I A D I N
08 001 014



PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL PERIKANAN
SEKOLAH TINGGI PERIKANAN DAN KELAUTAN PALU
2011










BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Indonesia merupakan salah satu penghasil Ikan yang cukup besar karena memiliki wilayah kelautan yang cukup luas, dengan bentangan luas laut mencapai kurang lebih 5,8 Juta km2 yang terdiri dari perairan kepulauan/ laut Nusantara 2,3 juta km2 2 2, , perairan territorial 0,8 juta km dan ZEEI 2,7 km dan mempunyai garis pantai sepanjang 81.000 km. yang terpanjang kedua di dunia setelah Kanada. Terdapat perairan umum di wilayah daratan seluas 0,54 juta km2. Namun demikian tingkat pemanfaatan sumberdaya perikanan tersebut masih belum optimal, baik untuk pemenuhan konsumsi ikan dalam negeri maupun pemenuhan permintaan ekspor. Produksi perikanan Indonesia didominasi oleh perikanan tangkap dengan potensi lestari sumber daya ikan laut sekitar 6,40 juta ton/tahun, sedangkan pemanfaatan ikan laut baru mencapai 4,1 juta ton pada tahun 2006 sedangkan produksi perikanan budidaya mencapai 2,6 juta ton/tahun pada tahun 2006. (Departemen Perindustrian 2009).
Industri pengolahan ikan masih bergantung terhadap import bahan penolong seperti kaleng, minyak kedelai, bahan kemasan dan lainnya. Produk hasil laut dimaksud adalah ikan dan udang dalam kemasan serta ikan dan udang beku, yang mana peluang pasar domestik maupun internasional masih terbuka luas. Sumbangan terhadap PDB baru mencapai 3,14%. Pengembangan usaha sektor perikanan masih menghadapi pada beberbagai kendala antara lain sifat dan karakteristik sumberdaya laut tersebut yang mudah rusak, sehingga diperlukan teknologi untuk mengolah perikanan tersebut menjadi produk yang tahan lama, dan juga adanya IUU fishing Illegal, unregulated, dan unreported yang sangat marak sehingga mengakibatkankekurangan pasokan bahan baku ikan. (Departemen Perindustrian, 2008)
Lebih lanjut di katakana, dalam beberapa tahun terakhir tidak ada investasi baru dibidang industri pengolahan ikan, dan juga kinerja indsutri pengolahan ikan masih belum optimal. Industri pengolahan hasil laut khususnya ikan merupakan industri yang sangat potensial untuk dikembangkan dimasa yang akan datang. Dalam Kebijakan Pembangunan Industri Nasional, industri pengolahan hasil laut telah ditetapkan pengembangannya melalui pendekatan klaster dalam membangun daya saing yang berkelanjutan. Pengembangan industri pengolahan hasil laut dengan pendekatan klaster diperlukan jaringan yang saling mendukung dan menguntungkan antara industri pengguna dengan industri pendukung serta industri terkait lainnya melalui kerjasama dan dukungan dari seluruh pemangku kepentingan baik pemerintah pusat, pemerintah daerah, swasta maupun lembaga lainya termasuk perguruan tinggi dan lembaga litbang.
Pengolahan hasil perikanan adalah kegiatan yang dilakukan secara bertahap, berurutan, bersih serta higienik, dan memenuhi persyaratan mutu guna mengubah bahan mentah hasil perikanan menjadi produk akhir. Sebagaimana produk pangan lainnya, persyaratan pengolahan produk perikanan pada dasarnya harus mengikuti Good Manufacturing Practices (GMP) yaitu cara produksi pangan olahan yang baik sebagaimana diatur oleh Kepmenkes RI No. 23/Men.Kes/SK/I/1978. (Susianawai, 2006)
Hal ini harus dilakukan mengingat semakin ketatnya persyaratan ekspor hasil perikanan, terutama ke pasar Uni Eropa. Oleh karena itu semua Unit Pengolah Ikan yang pasarnya untuk ekspor, saat ini harus menerapkan GMP, Standar Sanitation Operationing Procedure (SSOP) serta Hazard Analysis Critical Control Points (HACCP). Hal-hal yang menjadi ruang lingkup GMP meliputi : lokasi, bangunan, fasilitas sanitasi, alat produksi, bahan, proses pengolahan, produk akhir, laboratorium, karyawan, wadah dan pembungkus, label, penyimpanan maupun pemeliharaan. Selain harus menerapkan GMP untuk mendapatkan mutu produk yang memenuhi syarat, juga perlu diperhatikan adanya persyaratan atau selera konsumen baik untuk tujuan lokal maupun ekspor, termasuk persyaratan higienik, yang berkaitan dengan jaminan kesehatan mutu produk. Untuk pengolahan produk perikanan, pada bab ini diuraikan secara umum mengenai persyaratan bahan baku (hasil perikanan segar dan limbah pengolahan), sanitasi danhigienis serta Good Manufacturing Practices (GMP) (http://www.bbrp2b.kkp.go.id)
Membangun Sistem Manajemen Mutu yang efektif adalah merupakan salah satu tujuan untuk memenuhi persyaratan standar manajemen mutu Nasional maupun Internasional, dalam rangka memacu perkembangan ekspor hasil perikanan dengan tetap memberikan jaminan mutu keamanan pangan, menuju peningkatan citra produk perikanan nasional dan daya saing yang cukup handal dapat diterima di pasar Internasional. (DKP Sulteng 2011)
Selanjutnya DKP Sulteng 2011 menjelaskan, Produk perikanan merupakan komoditas strategis, baik sebagai pangan maupun bisnis. Produk perikanan memiliki karakteristik khas, nilai profit serta daya saing (quality, price) yang baik. Produk perikanan harus aman (food safety) untuk dikonsumsi, dan berkelanjutan (sustainability), namun sisi lain terdapat adanya permasalahan terkait : masih rendahnya tingkat kesadaran operator bisnis perikanan tentang Jaminan Keamanan Mutu, tingkat pengetahuan masyarakat tentang pangan yang aman masih rendah, law enforcement yang sangat lemah serta sarana / prasarana dan SDM yang belum memadai.




1.2 Tujuan dan Kegunaan
Praktek magang ini dilaksanakan sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan Mata Kulia Praktek Magang pada Program studi Teknologi Hasil Perikanan, Sekolah Tinggi Perikanan dan Kelautan Palu. Secara umum tujuan pelaksanaan praktek magang adalah untuk mengetahui secara langsung penerapan Sanitation Standard Operating Procedure (SSOP) pada proses pengolahan ikan kayu di PT. Etmieco Sarana Laut, Bitung Sulawesi utara.
Adapun kegunaan dari penyusunan laporan Praktek Magang ini adalah memberikan informasi tentang penerapan Standard Sanitation Operating Procedure pada proses pengolahan ikan kayu yang tepat dan baik. Dengan demikian diharapkan bukan saja hanya menamba pengetahuan, tetapi ketrampila mahasiswa dalam pemecahan masalah.












BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Klasifikasi Ikan Cakalang


Gambar : Ikan Cakalang
Sumber : Data Diolah 2011


Phylum : Vertebrata
Class : Telestoi
Ordo : Perciformes
Famili : Scombridae
Genus : Katsuwonus
Species : Katsuwonus pelamis

http://tyanagbio.blogspot.com mengatakan, Cakalang termasuk ikan perenang cepat dan mempunyai sifat makan yang rakus. Ikan jenis ini sering bergerombol yang hampir bersamaan melakukan ruaya disekitar pulau maupun jarak jauh dan senang melawan arus, ikan ini biasa bergerombol di perairan pelagis hingga kedalaman 200 m. Ikan ini mencari makan berdasarkan penglihatan dan rakus terhadap mangsanya. Cakalang sering disebut skipjack tuna dengan nama lokal cakalang.

2.2 Morfologi Ikan Cakalang
Ikan cakalang termasuk jenis ikan tuna dalam famili Scombridae, species Katsuwonus pelamis. ciri-ciri morfologi cakalang yaitu tubuh berbentuk fusiform, memanjang dan agak bulat, tapis insang (gill rakes) berjumlah 53- 63 pada helai pertama. Mempunyai dua sirip punggung yang terpisah. Pada sirip punggung yang pertama terdapat 14-16 jari-jari keras, jari-jari lemah pada sirip punggung kedua diikuti oleh 7-9 finlet. Sirip dada pendek, terdapat dua flops diantara sirip perut. Sirip anal diikuti dengan 7-8 finlet. Badan tidak bersisik kecuali pada barut badan (corselets) dan lateral line terdapat titik-titik kecil. Bagian punggung berwarna biru kehitaman (gelap), disisi bawah dan perut keperakan, dengan 4-6 buah garis-garis berwarna hitam yang memanjang pada bagian samping badan. (Heryanti A 2007)
2.3 Daerah Penyebaran dan Musim Penangkapan Ikan Cakalang
Suhu yang ideal untuk ikan cakalang antara 260C – 320C, dan suhu yang ideal untuk melakukan pemijahan 280C – 290C dengan salinitas 33 0/00 . Sedangkan menurut Jones dan Silas (1962) cakalang hidup pada temperature antara 160C – 300C dengan temperature optimum 280C. Ikan cakalang menyebar luas diseluruh perairan tropis dan sub tropis pada lautan Atlantik, Hindia dan Pasifik, kecuali laut Mediterania. Penyebaran ini dapat dibedakan menjadi dua macam yaitu penyebaran horizontal atau penyebaran menurut letak geografis perairan dan penyebaran vertikal atau penyebaran menurut kedalaman perairan http://seputarberita.blogspot.com.
Penyebaran Tuna dan Cakalang sering mengikuti penyebaran atau sirkulasi arus garis konvergensi diantara arus dingin dan arus panas merupakan daerah yang kaya akan organisme dan diduga daerah tersebut merupakan fishing ground yang sangat baik untuk perikanan Tuna dan Cakalang. Dalam perikanan Tuna dan Cakalang pengetahuan tentang sirkulasi arus sangat diperlukan, karena kepadatan populasi pada suatu perairan sangat berhubungan dengan arus-arus tersebut. Cakalang merupakan ikan tuna yang paling populer untuk konsumsi. Cakalang lebih menyukai untuk berenang pada mix layer dari air laut, dan kebanyakan ditemukan antara 450 N dan 400 S. Mereka sering berpindah-pindah dan dapat ditemukan di seluruh penjuru dunia di perairan tropis. Gerombolan yang besar kadang-kadang bergaul dengan yellowfin atau ikan ekor kuning kecil. http://npl-vedca.blogspot.com
Penyebaran cakalang di perairan Samudra Hindia meliputi daerah tropis dan sub tropis, penyebaran cakalang ini terus berlangsung secara teratur di Samudra Hindia di mulai dari Pantai Barat Australia, sebelah selatan Kepulauan Nusa Tenggara, sebelah selatan Pulau Jawa, Sebelah Barat Sumatra, Laut Andaman, diluar pantai Bombay, diluar pantai Ceylon, sebelah Barat Hindia, Teluk Aden, Samudra Hindia yang berbatasan dengan Pantai Sobali, Pantai Timur dan selatan Afrika (Seputar Informasi Perikanan dan Kelautan, 2008)

2.4 Penerapan GMP dan SSOP
2.4.1. Good manufacturing practices (GMP)
Cara berproduksi yang baik dan benar terdiri dari berbagai macam persyaratan yang secara umum meliputi : persyaratan mutu dan keamanan bahan baku/bahan pembantu, persyaratan penanganan bahan baku/bahan pembantu, persyaratan pengolahan, persyaratan pengemasan produk, persyaratan penyimpanan produk dan persyaratan distribusi produk. Persyaratan-persyaratan tersebut dapat dijabarkan lebih spesifik lagi sesuai dengan jenis produk yang diolah (Winarno dan Surono, 2002)



2.4.2. Sanitation standard operating procedures (SSOP)
Menurut Lembaga Penelitian Universitas Diponegoro, Mengacu pada peraturan dalam Sea Food HACCP Regulation oleh FDA (Food Drug Administration) ketentuan-ketentuan dalam penerapan SSOP terdapat 8 (delapan) kunci SSOP, yaitu :
1) Keamanan air proses dan es yang dipergunakan terutama yang kontak langsung dengan ikan. Air yang dipergunakan berasal dari air ledeng yang sumbernya cukup aman dan dikelola dengan sistem yang baik.
2) Kondisi dan kebersihan permukaan yang kontak langsung dengan produk meliputi alat, sarung tangan dan pakaian kerja. Pengendalian dan pengawasan :
a) Permukaan yang kontak dengan pangan harus bersih dan diinspeksi oleh Supervisor sanitasi untuk memastikan bahwa kondisinya cukup bersih.
b) Permukaan yang kontak pangan harus bersih dan disanitasi.
• Sebelum kegiatan dimulai, permukaan yang kontak dengan pangan dibersihkan dengan air dingin dan disanitasi dengan jenis sanitizer Sodium hypoklorite 100 mg/L.
• Selama istirahat, kotoran dalam bentuk padatan harus dihilangkan dari lantai, peralatan dan permukaan yang kontak dengan pangan. Peralatan dan permukaan yang kontak dengan pangan dibersihkan dengan sikat dengan pembersih alkalin terklorinasi pada air hangat. Permukaan dan lantai dibersihkan dengan air dingin.
• Di akhir kegiatan, padatan dibersihkan dari lantai, peralatan dan permukaan yang kontak dengan pangan.
c) Karyawan memakai sarung tangan dan pakaian luar yang bersih Karyawan yang bekerja di ruang bahan baku dan proses menggunakan sarung tangan dan pakaian luar yang bersih dan sepatu yang ditentukan. Pakaian karyawan dibersihkan dan disanitasi setiap dua hari sekali dan setiap pergantian shift. Karyawan yang bekerja di bagian lainpun apabila akan masuk ke area proses harus menggunakan baju luar dan sepatu yang ditentukan.
3) Pencegahan “cross contamination”
Pengendalian dan pengawasan :
a) Kegiatan karyawan tidak boleh menghasilkan kontaminasi pangan. Karyawan menggunakan tutup kepala, sarung tangan (ganti sesuai kebutuhan) dan tidak diperbolehkan memakai perhiasan. Karyawan harus mencuci tangan dan sarung tangan serta mensanitasinya sebelum pekerjaan dimulai. Karyawan tidak diperbolehkan memakan makanan dan minuman serta merokok di area produksi. Karyawan mensanitasi sepatu pada bak yang berisi Ammonium klorida 800 mg/L sebelum memasuki area proses. Supervisor produksi mengawasi kegiatan karyawan dengan frekuensi sebelum kegiatan dan setiap 4 jam selama proses berlangsung.
b) Lantai pabrik harus pada kondisi dimana adanya perlindungan untuk menghindari kontaminasi pada pangan dengan frekuensi monitor setiap hari sebelum kegiatan mulai.
c) Sampah dipindahkan dari area proses selama kegiatan produksi berlangsung dengan frekuensimonitor setiap 4 jam.
d) Lantai dalam bentuk sudut untuk memudahkan pembersihan dengan frekuensi monitor setiap hari sebelum kegiatan dimulai.
e) Lay out pabrik di bangun pada kondisi yang baik. Lokasi area bahan baku dan proses terpisah.
f) Pembersih dan peralatan sanitasi diberi kode setiap area spesifik di lingkungan pabrik.
4) Perawatan cuci tangan (bak cuci tangan), sanitizer (bahan sanitasi) dan fasilitas toilet. Toilet dan fasilitasnya harus dilengkapi dengan pintu yang dapat tertutup secara otomatis, selalu terpelihara dengan baik dan tetap bersih, disanitasi setiap hari pada akhir operasional. Bak cuci tangan dan fasilitasnya harus ada air mengalir, sabun pembersih berbentuk cair dan penyediaan handuk/lap.
5) Perlindungan produk, bahan packing produk yang berhubungan dengan permukaan bahan yang memakai minyak, pestisida, solar, sanitizer, dll. Pengendalian dan pengawasan :
a) Bahan kimia disimpan secara terpisah di luar area proses dan pengemasan.
b) Makanan, bahan kemasan makanan dan permukaan yang kontak langsung dengan pangan harus terlindung dari bahaya biologi, fisik dan kimia. Lampu yang berpelindung digunakan di area proses dan pengemasan dengan frekuensi pengawasan setiap sebelum kegiatan dan setiap 4 jam sekali.
c) Kotoran tidak boleh mengkontaminasi makanan atau bahan kemasan dengan frekuensi pengawasan setiap 4 dan 8 jam.
6. Pelabelan, penyimpanan dan penggunaan bahan-bahan harus sesuai petunjuk. Pengendalian dan pengawasan bahan-bahan pembersih, bahan sanitasi, minyak pelumas, bahan kimia/pestisida dan bahan kimia beracun lainnya harus diberi label dan disimpan dalam ruangan khusus yang kering dan dapat dikunci, terpisah dari ruang pengolahan dan pengepakan.
7) Pengawasan kesehatan karyawan. Pada saat bekerja kondisi karyawan harus bersih dan sehat, karena kondisi kesehatannya dapat mengkontaminasi bahan makanan.
8) Pengawasan pest/hama, perlu dilakukan pada bagian dalam bangunan dengan menggunakan bahan-bahan kimia yang dianjurkan, lingkungan harus dijaga tetap bersih dan kondisi yang menjadi daya tarik hama/pest.

2.4.3 Hubungan GMP dan SSOP
Sistem HACCP merupakan suatu system yang tidak dapat berdiri sendiri, melainkan system ini dibangun melalui penerapan persyaratan dasar berupa Cara Produksi Makanan yang baik (GMP) dan prosedur standar untuk sanitasi (SSOP). Kedua persyaratan dasar ini akan memudakan iplementasi penerapan system HACCP yang efektif dan efisien. Dengan penerapan GMP dan SSOP yang baik, tidak akan ditemukan terlalu banyak titik kendali kritis dalam system HACCP karena sudah dikendalikan oleh penerapan GMP dan SSOP yang baik (Rahman, 2007)
Lebih lanjut Rahman (2007), menyatakan bagi produk pangan, system pengendalian mutu diawali dengan prinsip penerapan GMP, yakni mengidentifikasi dan mendokumentasikan semua persyaratan yang diperlukan agar produk panan dapat diterima mutunya. Pesat perhatian GMP ditujukan pada keamanan mikrobiologis dan persyaratan mutu pangan. Selain itu, Gmp merupakan suatu pedoman cara memproduksi pangan dengan tujuan agar produsen memenuhi persyaratan-persyaratan yang telah ditentukan untuk menghasilkan produk pangan yang ermutu sesuai dengan tuntutan konsumen.
Dalam pelaksanaan proses sanitasi, diperlukanya penerapan SSOP, yang mencakup seluruh area dalam memproduksi suatu produk pangan, mulai dari kebijakan perusahaan, tahapan kegiatan sanitasi petugas yang bertangung jawab melakukan sanitasi cara pemantauan sampai cara pendokumentasianya. SSOP merupakan prosedur yang dibuat untuk membantu industry pangan dalam mengembangkan dan menerapkan prosedur pengawasan sanitasi, melakukan monitoring sanitasi, serta memelihara kondisi dan praktek sanitasi. (Sarining A, 2010)


























BAB III
METODOLOGI PRAKTEK


3.1 Waktu dan Tempat
Kegiatan praktek magang ini dilaksanakan selama kurang lebih 1 (satu) bulan terhitung dari tangga 14 Juli 2011 s/d 14 Agustus 2011, di PT. Etmieco Sarana Laut Jalan Samuel Languyu No.08 Aertembaga Kota Bitung Sulawesi Utara.

3.2 Jenis dan Sumber Data
Untuk memperoleh data yan akurat ddan valid, jenis dan sumber data dalam Praktek Magang ini adalah:
1. Data primer, yaitu data yang diperoleh dengan melakukan wawancara dengan pimpinan atau kariawan perisahaan dan observasi/pengamatan serta partisipasi lansung dalam kegiatan produksi ikan kayu di PT. etmieco Sarana Laut.
2. Data sekunder, yaitu dengan melakukan pengumpulan data yang sesuai dengan obyek praktek melalui referensi studi kepustakaan, dokumen dari perusahaan dan instansi terkait.

3.3 Teknik Penumpulan Data
Metode yang digunakan dalam praktek adalah metode deskriftif yang didukung oleh teknik pengumpulan data melalui:
1. Observasi, hal ini dilakukan dengan cara partisipasi lagsung dan mengamati secara langsun tentang obyek praktek.
2. Wawancara, tehnik ini dilakukan dengan cara mewawancarai pimpinan atau karyawan perusahaan sehubungan dengan obyek praktek.

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN


4.1 Keadaan Umum PT. Etmieco Sarana Laut
4.1.1 Latar Belakang dan Tujuan Pendirian Perusahaan
Tersedianya potensi perikanan yang cukup besar di bagian Timur Indonesia, khususnya di daerah perairan Sulawesi Utara adanya sarana dan prasarana penunjang antara lain berupah bahan baku melimpah, pelabuhan laut dan kayu di daerah Bitung serta tersedianya tenaga kerja yang memadai merupakan faktor pertimbangan yang melatar belakangi didirikanya pabrik pengolahan ikan kayu PT. Etmieco Sarana Laut di daerah Bitung.
Tujuan pendirian perusahaan ini disamping untuk mendapatkan nilai tamba (keuntungan) juga bertujuan membuka lapanan pekerjaan bagi masyarakat Kotamadya Bitung khususnya serta masyarakat Sulawesi Utara dan daerah lainya pada umumnya.

4.1.2 Gambaran Umum dan Sejarah Perusahaan
1. Profil Perusahaan
Nama Perusahaan : PT. Etmieco Sarana Laut
Unit Pengolahan : - Pengolahan Ikan Kayu
- Pembekuan Ikan
- Pengolahan Limbah
Alamat Unit Penolahan : Jln. Samuel Languyu No 8 Aertembaga Kecamatan Bitung Timur Sulawesi Utara
Nomor telepon : (0438) - 31388
Fax : (0438) – 32719



2. Sejarah Singkat
PT. Etmieco Sarana Laut adalah suatu badan usaha milik perseorangan atau perseroan terbatas. Pada awal berdirinya, perusahaan ini hanya bergerak dibidang pembekuan dan tuna loin Pada tahun 2006 sampai dengan 2009 perusahaan ini dipegang Ibu Etti Rompis, Secara resmi PT. Etmieco Sarana Laut mulai beroperasi pada tanggal 10 November tahun 2006 dan melakukan ekspor perdana pada tanggal 14 Desember 2006 dengan mengekspor ikan kayu ke Negara Jepang. karena sistem manajemen yang tidak berjalan sesuai dengan keinginan, maka pada akhir tahun 2009 sampai sekarang, kepemilikan perusahaan diambil alih oleh Ibu Michella Irawan yang merupakan anak dari Ibu Etti Rompis.
4.1.3 Kepegawaian dan Struktur Organisasi
Perusahaan PT. Etmieco Sarana Laut memperkerjakan sekitar 70 orang tenaga kerja dan dikelompokan menjadi 2 (dua) golongan yaitu:
a. Tenaga Kerja Tetap (bulanan)
Tenaga kerja tetap atau bulanan adalah tenaga kerja yang besaran upah ditetapkan perbulan dan pembayarannya dilakukan sekali dalam sebulan, yang besaran gajinya dihitung sesuai dengan jam kerja normal yaitu 8 jam/hari, sedangkan 1 jam digunakan untuk waktu istirahat makan.
b. Tenaga Kerja Lepas (harian)
Tenaga kerja lepas adalah tenaga kerja harian yang besaran upah ditentukan perhari. Tenaga kerja lepas sewaktu-waktu dapat diliburkan jika bahan baku untuk produksi kurang. Pembayaran upah untuk tenaga kerja harian dibayar per 2 minggu sekali. Besar upah bagi tenaga kerja lepas tergantung pada jumlah banyaknya bahan baku yang dikerja/diproses, kehadiran dan jumlah jam kerja.
Jam kerja yang telah di tentukan pada tiap bagian produksi di PT. Etmieco Sarana Laut adalah sebagai berikut :
1. Pada bagian basah, yang terdiri dari bagian penerimaan bahan baku, penyiangan, pendinginan dan pencabutan tulang terdiri dari 1 shift (8 jam kerja/hari termasuk 1 jam istirahat), yaitu jam kerja dimulai 08.00 sampai dengan 16.00.
2. Pada bagian pengeringan, terdiri dari 3 shift, yaitu :
• Shift I : jam 08.00 – 16.00
• Shift II : jam 16.00 – 24.00
• Shift III : jam 24.00 – 08.00
3. Bagian pengasapan serta pada bagian packing, hanya terdiri dari 1 shift sama halnya pada bagian basah, dimana jam kerja dimulai pada 08.00 – 16.00, terdiri dari 8 jam kerja/hari termasuk 1 jam istirahat.
4.1.4 Lokasi dan Tata Letak Pabrik
Lokasih PT. Etmieco Sarana Laut terletak di Kelurahan Aertembaga Kecamatan Bitung Timur Kota Bitung Propinsi Sulawesi Utara berjarak 2,5 kilometer dari pusat Kota Bitung kea rah Timur. Selain itu, PT. Etmieco Sarana Laut berbatasan dengan jalan raya di sebelah timur, PT. Mega Galaxy di sebelah Barat, PT. Samudra Raya di sebelah timur dan laut (Pulau Lembe) di sebelah selatan.
Lokasi PT. Etmieco Sarana Laut tersebut sesuai dengan faktor-faktor utama yang menjadi pertimbangan dalam pemilihan lokasih pabrik yang dikemukakan oleh Wignjosoebroto (2003), yaitu:
1. Lokasi sumber bahan baku (raw material location)
2. Lokasi pasar (market location)
3. Transportasi
4. Simber energy (power)
5. Kondisi iklim
6. Tersedianya tenaga kerja/buruh dan
7. Air (water)
Pengaturan tata letak bangunan didalam lokasi PT. Etmieco Sarana Laut adalah sebagai berikut:
1. Bangunan kantor terletak di bagian depan pada lantai dua pabrik pembekuan ikan, dengan arah bangunan menghadap ke Utara.
2. Pabrik pembekuan ikan serta pabrikpembuatan es terdapat pada lantai satu, dibawah bangunan kantor induk. Pada bagian belakang terdapat pabrik pengolahan limbah.
3. Pabrik pengolahan ikan ayu terletak dibagian samping sebelah kanan dari pabrik pembekuan ikan.
4. Gerbang utama untuk memasuki lokasi pabrik terletak di bagian depan kantor induk dan di samping gerbang tersebut terdapat pos satuan pengaman (satpam) pabrik.
5. Jalan utama yang menuju kearah dermaga pabrik terletak diantara banunan pabrik pembekuan ikan dan pabrik pengolahan ikan kayu. Dermaga tersebut terletak dibagian belakang belakang pabrik.
6. Pada bagian depan gerbang utama terdapat bangunan yang terdiri dari : mess, kantin, tempat parkir dan gudang kayu. Bangunan tersebut berhadapan denan pabrik pengolahan ikan kayu serta parik pemekuan ikan.
4.2 Penerapan Good Manufacturing Practices (GMP)
4.2.1 Penerimaan Bahan Baku
Bahan baku yang digunakan di PT. Etmieco Sarana Laut meliputi bahan baku segar dan berasal dari perairan yang terbebas dari polusi. Penanganan ikan harus dilakukan secara cepat dan hati-hati. Selain itu ikan harus dijaga dari kemungkinan terjadinya penurunan suhu, kerusakan fisik dan kontaminasi bakteri atau virus. Suhu sebaiknya ± 5oC, yang diperiksa dengan thermometer. Ketika es habis, harus secepatnya diganti es yang baru. Bahan baku beku berasal dari cold storage dan kapal milik PT. Etmieco Sarana Laut.
4.2.2 Pemotongan Kepala (Penyiangan)
Pemotongan atau penyiangan dilakukan secara manual untuk mengeluarkan isi perut dan insang. Hasil pemotongan dikumpulkan dalam bak, dicuci dan diatur dalam sero perebusan. Insang dan isi perut dibersihkan secepat mungkin dari meja proses dan dibuang ke dalam ember (tempat pembuangan).
4.2.3 Perebusan
Pada proses perebusan ikan yang telah diatur dalam sero, dimasukkan ke dalam bak perebusan dengan suhu awal 70-950C Selama 1 sampai 2,5 jam atau disesuaikan dengan jenis dan ukuran ikan. Suhu yang digunakan adalah 900C setelah air mendidih, proses perebusan selalu dimonitor dan dicatat oleh pekerja.
4.2.4 Pendinginan
Proses pendinginan dilakukan dalam suhu ruang selama 30 menit, agar pada saat pencabutan tulang, ikan yang sudah melalui proses perebusan sudah dingin dan mudah dikeluarkan tulangnya.

4.2.5 Cabut Tulang
Proses pencabutan tulang dilakukan secara manual untuk mengeluarkan tulang pada bagian tengah dan dada serta sirip. Proses pencabutan tulang dilakukan secara hati-hati, Tulang-tulang dibersihkan secepat mungkin dari meja proses dan dibuang dalam ember (tempat pembuangan).
4.2.6 Pengeringan
Ikan dimasukkan ke dalam ruang pengeringan dengan suhu 70-950C selama 12 jam setiap 1,5 jam ikan akan di roll (putar) sebanyak 9 kali secara bergantian. Ikan yang telah kering dikeluarkan untuk istirahat dan disiapkan ke proses pengasapan. Suhu dan aliran asap harus dimonitor dan dicatat oleh operator pengeringan.
4.2.7 Pengasapan
Dalam proses pengasapan, PT. Etmieco Sarana Laut mempunyai tiga tahapan proses pengasapan antara lain:
1. Pengasapan Lantai Satu
Semua ikan dipindahkan pada ruang pengasapan tingkat 1 untuk pengasapan. Suhu yang digunakan sekitar 600C selama 8 jam, ikan yang sudah berada di dalam ruang pengasapan diasapi selama 2 hari dan aliran asap yang di gunakan harus terkontrol agar baik untuk semua ikan. Setelah hari ketiga semua ikan dikeluarkan untuk istirahat dan disiapkan untuk proses pengasapan berikutnya.
2. Pengasapan Tingkat Dua
Sebelum masuk ketahap berikutnya, dua sero ikan dijadikan satu sero yang tertata rapi. Ikan dipindahkan pada pengasapan tingkat dua untuk pengasapan. Suhu yang di gunakan sekitar 600C selama 8 jam selama 2 hari. Aliran asap yang di gunakan harus baik untuk semua ikan, Setelah hari keenam semua ikan dikeluarkan untuk istirahat dan disiapkan untuk proses pengasapan.
3. Pengasapan tingkat tiga
Sebelum tahapan pengasapan dilakukan, hal pertama yang dilakukan adalah memeriksa kadar air ikan. Jika kadar air cukup (sesuai standar), pengasapan dihentikan dan siap untuk dikemas, dan jika kadar air masih tinggi (belum sesuai standar), maka ikan diasapi kembali sampai kadar air mencapai standar. Suhu yang digunakan masih sama sekitar 600C.
4.2.8 Penyotiran
Proses penyortiran dilakukan secara manual oleh para pekerja, ikan dipisahkan menurut mutu dan jenis produk. Kelompok mutu terbagi atas tiga kelompok mutu yaitu mutu A, mutu B, dan mutu C. Jenis produk terbagi terbagi atas kelompok Arahon (Loin), Kame (fiilet). Pada proses penyortiran harus dilakukan secara cepat dan setepat mungkin. Staff Quality harus mengecek mutu produk akhir dari ikan yaitu kadar air, TPC (Total Plate Count) dan E.Colli dan Hasil pengamatan di tulis oleh Staff.
4.2.9 Pengemasan dan Pelabelan
Untuk menghindari kontaminasi terhadap produk proses pengemasan dilakukan secara baik, tepat dan cepat. Produk dikemas dalam karton, 18 atau 20 kg per kemasan, dan dos karton harus dalam keadaan baik. kemasan harus lengkap (tidak sobek) dan baik agar produk terlindung dari kontaminasi dan kerusakan fisik.

4.2.10 Ruang Pendingin (Cold Storage)
Ruang pendingin tetap di jaga dengan suhu -5 sampai 00C dan terjaga kebersihannya. Aliran Ac harus terjaga disemua bagian titik di ruang pendingin. Suhu ruang pendingin di catat setiap dua jam oleh petugas yang ada diruang pendinginan.
4.2.11 Pengangkutan
Sebelum dilakukan pengangkutan, mesin refrigran dalam container harus aktif dengan suhu -5 sampai 00 C. Pemuatan harus dilakukan secepat mungkin untuk menghindari peningkatan temperatur produk. Saat pengangkutan hindarkan produk dari cahaya matahari.

























Gambar 2. Diagram Alir Pengolahan Ikan Kayu



4.3 Penerapan Standard Sanitation Operating Procedures
Mengelola dan mendistribusikan produk makanan yang bermutu, aman dan bercitarasa baik adalah tujuan utama dari manajemen PT. Etmieco Sarana Laut. Kepuasan dan kepercayaan konsumen adalah yang paling utama dan untuk mencapai tujuan tersebut maka sanitasilah yang merupakan bagian yang terpenting.
Sanitasi memegang peranan penting dalam pelaksanaan, pengolahan dan distribusi produk di PT Etmieco Sarana Laut dan hal ini merupakan tanggung jawab segenap kariawan dan manajemen. Tiap kariawan dan manajemen harus konsisten melaksanakan seluruh program sanitasi, segenap karyawan dan manajemen harus sadar dan tahu tentang pentingnya pelaksanaan manual sanitasi sebagai salah satu alat perusahaan.
Dalam pelaksanaan sanitasi standart operating procedure di PT. Etmieco Sarana Laut, mengacu pada 8 kunci pokok persyaratan sanitasi seperti yang sudah ditetapkan FDA (Food Drug Administration) US yaitu:
1. Keamanan air
2. Kondisi dan kebersihan permukaan yang kontak dengan bahan pangan
3. Mencegah kontaminasi silang
4. Menjaga fasilitas tempat pencucian dan toilet
5. Proteksi dari bahan-bahan kontamin
6. Pelabelan, penyimpanan dan penggunaan bahan toksin yang benar
7. Pengawasan kesehatan personil
8. Menghilangkan pest dari unit pengolahan

4.3.1 Keamanan Air
Air merupakan komponen penting dalam industri pangan yaitu sebagai bagian dari komposisi; untuk mencuci produk; membuat es/glazing; mencuci peralatan/sarana lain; untuk minum dan sebagainya. Karena itu dijaga agar tidak ada hubungan silang antara air bersih dan air tidak bersih. Untuk memelihara mutu air dilingkungan pengolahan PT. Etmieco Sarana Laut menggambarkan manajemen suplai dan mutu air serta mencegah kontaminasi suplai air air dan es. Procedure yan digunakan adalah
• air untuk proses produksi sesuai dengan persyaratan air minum,
• air untuk sanitasi sesuai dengan persyaratan air bersih,
• sumber air adalah air dari sumur bor yang ditampung dalam bak penampung dan diberi perlakuan agar benar-benar bebas kuman, sesuai dengan standar peryatatan air minum dan air bersih,
• es terbuat dari air yang telah disiapkan,
• tidak ada kontaminasi antara air yang telah disiapkan dengan air lainnya.
Selain menggunakan prosedur, air dan es juga dimonitoring mutu hasil uji dicek melalui COA setiap 6 bulan oleh QA, mutu air dan kemungkinan hubungan silang dari outlet air yang dicek dengan evaluasi sensori setiap preoperasi oleh QC (Quality Control), mutu air dicek dengan evaluasi sensori setiap preoperasi oleh QC.
4.3.2 Kondisi dan Kebersihan Permukaan Yang Kontak Dengan Bahan Pangan

Tujuan menghilangkan kotoran secara efektif kondisi hygiene permukaan dan mencegah kontaminasi pada produk.
a. Peralatan dibersikan dan dicuci dengan menggunakan air bersih, larutan klorin 100 ppt dengan air yang bertekanan tinggi.
b. Lantai dan dinding dibersikan dan dicuci dengan air bersih dan larutan serta disikat dengan air yang bertekanan tinggi.
c. Seluruh pekerja harus memenuhi ketentuan berpakaian yang telah ditetapkan dan ketentuan yang berlaku dalam ruang proses (untuk bagian produksi area basah harus menggunakan topi, sepatu boot, masker, celemek. Sedangkan untuk bagian produksi area kering dan penerimaan bahan baku harus menggunakan topi, celemek dan sarung tangan).
d. Pakaian harus dalam keadaan bersih dan rapi.
e. Peralatan harus sesegera mungkin dibersikan apabila terkontak langsung dengan lantai (terjatuh).
f. Terdapat jadwal sanitasi setiap hari.
Hal-hal yang perlu di monitoring adalah:
a. Tahapan pembersihan dan sanitasi dicek secara visual 30 menit sebelum proses produksi dimulai, selama istirahat dan setelah proses produksi oleh tim sanitasi pabrik.
b. Kondisi dan kebersihan permukaan yang kontak dengan bahan pangan dicek secara visual setiap 30 menit sebelum proses dimulai, selama istirahat dan setelah proses produksi oleh tim sanitasi pabrik.
c. Kebersihan dan ketentuan pakaian pekerjadicek secara visual sebelum masuk keruang pengolahan untuk memastikan pakaian yang digunakan sudah sesuai dengan persyaratan sanitai.
d. Qualiti Control akan memeriksa dan mengontrol catatan laporan kerja tim sanitasi

4.3.3 Mencegah Kontaminasi Silang
Kontaminasi silang sering terjadi pada industri pangan akibat kurang dipahaminya masalah ini. Beberapa hal untuk pencegahan kontaminasi silang adalah : tindakan karyawan untuk pencegahan, pemisahan bahan dengan produk siap konsumsi, disain sarana prasarana.
Untuk mencegah kontaminasi silang diperlukan hal-hal yang harus dilakukan, hal ini meliputi:
a. Mencegah kontaminasi produk dari lingkungan pabrik dan personil.
b. Mencegah kontaminasi produk akhir dengan bahan baku.
c. Memisakan secara jelas antara bahan baku dan produk akhir meliputi penanganan, penyimpanan, pengiolahan dan desain lay out.
Pencegahan kontaminasi silang terhadap produk yang dilakukan oleh kariawan maupun tim sanitasi adalah memisakan bahan baku dengan produk akhir, ingredienst produk akhir selama penanganan, pengolahan dan penyimpanan pembatasan pergerakan produk dan kariawan didalam pabrik.
4.3.4 Menjaga Fasilitas Tempat Pencucian dan Toilet
Kondisi fasilitas cuci tangan, toilet dan sanitasi tangan sangat penting untuk mencegah terjadinya kontaminasi terhadap proses produksi pangan. Kontaminasi akibat kondisi fasilitas tersebut akan bersifat fatal, karena diakibatkan oleh bakteri patogen. Hal ini bertujuan untuk Memastikan tingkat hygiene karyawan, memastikan kariawan dapat melaksanakan prosedur hygiene dalam mencuci tangan dan mencegah kontaminasi produk atau ingredienst oleh kariawan.
Prosedur yang digunakan oleh PT. Etmieco Sarana Laut meliputi:
a. Pencucian tangan ditempatkan pada jalan masuk ruang produksi.
b. Alcohol 70% san sabun untuk pencuci tangan.
c. Larutan klorin 100 ppm untuk pembersihan sepatu boot.
d. Kuku harus dicuci dan dibersikan dengan menggunakan alkohol.
e. Menyediakan bahan sekali pakai misalnya kertas atau tissue
f. Toilet harus dalam keadaan bersi dan rapi.
g. Asilitas harus disiapkan (sabun, tempat cuci tangan, tissue dan pengering tangan)
h. Toilet harus terpisah dari ruangan.



4.3.5 Proteksi Dari Bahan-Bahan Kontaminan
Proteksi dari bahan-bahan kontaminan tujuan untuk menjamin bahwa produk dan bahan kemasan pangan, serta permukaan kontak dengan pangan terproteksi dari microbial, bahan kimia dan kontaminasi fisik.
Prosedur yang digunakan adalah sebagai berikut:
a. Menyediakan tempat pembuangan dan pemeliharaan pengolahan limbah cair dari awal pembuangan sampai menuju jalan keluar limbah harus mematuhi spesifikasi mutu (hokum lingkungan).
b. Menyediakan tong sampah dan wadah sisa pembuangan untuk menghindari pencemaran keproduk.
c. Semua wadah sisa pembuangan di lengkapi dengan tutup.
d. Limbah padat akan di buang secara teratur dalam cara yang sedemikian untuk menghindari pencemaran.
Hal-hal yang perlu dimonitoring adalah:
a. Bahan-bahan berpotensi Toksin dicek setiap hari sekali oleh QC.
b. Aliran udara dan potensi kondensasi di cek setiap 4 jam oleh QC.
Tindakan koreksi yang dilakukan agar produk terhindar dari bahan-bahan kontaminan adalah:
a. Gunakan penutup untuk melindungi produk pada saat penggunaan bahan Toksin dan di lakukan di luar area.
b. Hilangkan bahan kontaminasi dari permukaan
c. Perbaiki aliran udara suhu ruang untuk mengurangi kondensasi.
d. Pelatihan.



4.3.6 Pelabelan, Penyimpanan dan Penggunaan Bahan Toksin Yang Benar
Hal ini bertujuan untuk menjamin bahwa pelabelan, penyimpanan dan penggunaan bahan-bahan Toksin adalah benar untuk proteksi produk dari kontaminasi.
Prosedur yang diterapkan di PT. Etmieco Sarana Laut meliputi:
a. Bahan kimia beracun di simpan dengan baik di beri tanda dengan tulisan pada setiap wadah penampungnya.
b. Bahan kimia disimpan di dalam suatu ruang khusus yang tertutup dan hanya dapat diambil oleh petugas gudang atau pekerja dengan seizing Quality staff.
Kegiatan Monitoring yang dilakukan antara lain:
a. Pelabelan di cek setiap hari sekali oleh Qc.
b. Penyimpanan bahan Toksin di cek setiap hari sekali oleh Qc.
c. Penggunaan bahan-bahan Toksin di cek setiap hari sekali.
Tindakan koreksi yang dilakukan:
a. Buang bahan kimia tanpa label.
b. Tempatkan bahan Toksin dengan akses terbatas ; memisahkan bahan makanan.

4.3.7 Pengawasan Kesehatan Personil
Tujuan dari kunci yang ke 7 ini adalah Mengelola personil yang mempunyai penyakit dan tanda-tanda penyakit, luka, atau kondisi lain yang dapat menjadi sumber kontaminasi.
Prosedur yang diterapkan pada kunci yang ke 7 ini adalah:
a. Karyawan baru perlu mempunyai Sertfikasi Medis yang tidak ada penyakit menular.
b. Karyawan yang sedang sakit harus segera melapor dan tidak diijinkan memegang produk.
c. Karyawan secara teratur diberi pengarahan singkat, berkenaan dengan kesehatan pribadi.
d. Karyawan tidak boleh makan makanan dan minuman di dalam ruang pengolahan.
Monitoring dilakukan dengan mengecek tanda-tanda penyakit (diare, demam, muntah, penyakit kuning, radang tenggorokan, luka kulit, bisul, dan dark urine) pada kariawan setiap hari oleh Qc.
Tindakan koreksi yang di terapkan PT. Etmieco Sarana Laut terhadap kariawan yang mempunyai penyakit maupun tanda-tanda penyakit yaitu denganMemulangkan atau mengistirahatkan personil atau kariawan serta Mengkover bagian luka dengan impermeable bandage.
4.3.8 Menghilangkan Pest (Hama) dari Unit Pengolahan
Tujuan kunci yang ke 8 ini adalah Mengendalikan lingkungan sumber pest (hama), pemusnahan dan pembasmi pest (hama) serta pembuangan dan pencegahan pest (hama).
Prosedur yang diterapkan pada kunci yang ke 8 ini adalah:
a. Di setiap ruang proses tidak boleh terdapat hama.
b. Tidak terdapat lubang yang memungkinkan hama masuk ke ruang proses yaitu pada setiap ujung saluran di beri saringan (kawat).
c. Menempatkan tirai plastik pada setiap tempat masuk ruang proses.
d. Menempatkan lampu-lampu pembasmi serangga pada tempat proses.
e. Menempatkan perangkap tikus di tempat proses sesuai denah.
Monitoring yang dilakukan adalah
a. Pengecekan visual, gunakan flashlifht untuk mengetahui tempat sembunyi dan perangkap binatang.Menjaga kebersihan dan memfasilitasi pengawasan setiap hari oleh Qc.
Tindakan koreksi yang biasa dilakukan ialahmenambahkan “air curtain” di atas pintu luar dan pindahkan wadah buangan keluar.





















BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Dari hasil pembahasan dan pengamatan di PT. Etmieco Sarana Laut, dapat ditarik kesimpulan bahwa:
1. Penerapan Good Manufacturing Practices (GMP) pada PT. Etmieco Sarana Laut sudah memenuhi syarat pengolahan yang baik karena pada produk akhir ikan kayu tidak ditemukan hal-hal yang mengurangi penurunan mutu pada produk.
2. Standard Sanitation Operating Procedures (SSOP) yang diterapkan di PT. Etmieco Sarana Laut sudah sesuai dengan kunci pokok SSOP, karena perusahaan ini sudah menerapkan semua prosedur yang ditetapkan.

5.2 Saran
Selain kesimpulan, ada beberapa saran yang penulis ingin sampaikan baik buat PT. Etmieco Sarana Laut Kota Bitung Sulawesi Utara, maupun untiuk Sekolah Tinggi Perikanan dan Kelautan Palu, khususnya program studi Teknologi Hasil Perikanan. Adapun saran-saran yang penulis sampaikan adalah sebagai berikut :
1. Dalam proses pengolahan, PT. Etmieco Sarana Laut sudah baik dalam menerapakan hal-hal yang menjadikan produk bermutu baik. Namun dalam manajemen organisasi, belum berjalan sesuai dengan yang di harapkan oleh sebagian karyawan. Oleh karena itu penulis harapkan kedepannya Pimpinan PT. Etmieco Sarana Laut dapat memperhatikan manajemen yang ada di dalam perusahaan agar pelayanan dan kinerja karyawan dapat berkembang sesuai dengan yang di harapakan.
2. Di harapkan dalam pencarian perusahaan, Program Studi dapat memberikan gambaran perusahaan-perusahaan yang ada di Indonesia agar Mahasiswa dapat mencari perusahaan secara cepat.

makalah diversifikasi perikanan

BAB I
PENDAHULUAN


1. Latar belakang

Ikan merupakan salah satu bahan pangan yang sangat baik dan potensial untuk memenuhi kebutuhan protein bagi masyarakat. Beberapa jenis ikan mengandung omega 3 yang berfungsi untuk pertumbuhan otak manusia. Sedangkan protein yang dihasilkan dari ikan merupakan salah satu elemen penting bagi kesehatan tubuh manusia. Pemanfaatan daging ikan sebagai sumber protein bagi manusia sangat digalakkan. Selain dalam bentuk daging ikan yang langsung dapat dikonsumsi, daging ikan juga dapat diolah menjadi pasta daging ikan (Fish Jelly Product) atau dalam bahasa jepang disebut kamaboko. Pasta daging ikan selanjutnya dapat diolah menjadi berbagai makanan olahan lanjutan seperti bakso ikan, surimi, nugget, otak-otak dan kaki naga. Kaki naga merupakan hasil olahan yang cukup digemari yang saat ini tengah dikembangkan oleh masyarakat perikanan. Karena kaki naga merupakan diversifikasi dari kamaboko yang merupakan bahan untuk surimi. Maka kaki naga dapat mengikuti SNI surimi, berdasarkan SNI Nomor 01–2693-1992, maka kaki naga adalah diversifikasi dari kamaboko, yang memiliki standar mutu dengan elastisitas berkisar antara 26,73% - 65,66%; kadar abu antara 0,44% – 0,69%; kadar protein antara 10,44% - 16,40%; dan kadar lemak antara 0,09% - 0,55%.
Kaki naga merupakan makanan hasil perikanan favorit semua kalangan masyarakat di Jakarta. Mengingat masyarakat Jakarta umumnya menyukai makanan yang praktis dan cepat saji. Keberagaman produk hasil olahan perikanan menjadikan konsumsi ikan di masyarakat menjadi semakin meningkat. Satu perusahaan umumnya memproduksi satu macam produk kaki naga karena produk tersebut menggunakan bahan baku utama yang sama berupa fillet ikan kerapu (Epinephelus sp). Bahan baku fillet lainnya yang dapat dijadikan bahan baku otak-otak dan kaki naga adalah fillet dari ikan mata goyang dan ikan mata besar. Namun yang paling banyak dipakai pengusaha untuk otak-otak dan kaki naga adalah fillet dari ikan kerapu (Epinephelus sp).

2 Tujuan
Adapun beberapa tujuan penyusunan makalah ini, antara lain:
1. Untuk menyelesaikan salah tugas mata kulia
2. Menambah pengetahuan tentang pengembangan produk perikanan
3. Melatih Mahasiswa dalam menganalisa permasalahan, khususnya Pengolahan Hasil perikanan.












BAB II
KARAKTERISTIK BAHAN BAKU & PRODUK


1. Karakteristik Bahan Baku
Proses produksi pembuatan kaki naga ikan dimulai dari penerimaan bahan baku berupa fillet ikan. Adapun filet ikan yang digunakan ialah ikan kerapu (Epinephelus sp) umumnya dikenal dengan istilah "groupers". Menurut Suzuki (1981) komposisi ikan segar per 100 gram bahan adalah kandungan air 66% – 68%; protein 15% – 24%; lemak 0,1% – 22%; mineral dan vitamin 2,52% - 4,50%; karbohidrat 1% – 3%; bahan organik 0,8% – 2%; dan edible position 45% – 50%. Ikan kerapu mempunyai sifat-sifat yang menguntungkan untuk dibudidayakan karena pertumbuhannya cepat dan dapat diproduksi secara massal untuk melayani permintaan pasar ikan kerapu dalam keadaan hidup. Adanya perubahan selera konsumen dari ikan mati atau beku kepada ikan dalam keadaan hidup, telah mendorong masyarakat untuk memenuhi permintaan pasar ikan kerapu melalui usaha budidaya. Budidaya ikan kerapu telah dilakukan dibeberapa tempat di Indonesia, namun dalam proses pengembangannya masih menemui kendala karena keterbatasan benih. Selama ini para petani nelayan masih mengandalkan benih alam yang sifatnya musiman. Namun sejak tahun 1993, ikan kerapu macan (Epinephelus fuscoguttatus) sudah dapat dibenihkan. Balai Budidaya Laut Lampung sebagai Unit Pelaksana Teknis Direktorat Jenderal Perikanan telah melakukan upaya untuk menghasilkan benih melalui pembenihan buatan manipulasi lingkungan dan penggunaan hormon.
2. Karakteristik Bahan Penunjang

Bahan penunjang dari produk kaki naga ialah bahan adonan yang digabungkan dengan bahan baku yaitu fillet ikan. Bahan baku yang dibutuhkan untuk membuat adonan kaki naga, antara lain tepung terigu, maizena, susu dan telur untuk bahan pengikat Sedangkan untuk bumbu kaki naga, yaitu garam, gula, bawang bombay, bawang putih, dan merica. Bahan lain yang digunakan dalam proses pemasakan/penggorengan yaitu minyak sayur.

3. Karakteristik Produk
Bahan baku untuk membuat kaki naga berupa fillet ikan. Fillet ikan yang baik untuk bahan baku pembuatan kaki naga sebaiknya memiliki tekstur daging kenyal dan berwarna putih. Untuk menjaga kestabilan rasa dan tidak cepat basi, maka pembuatan otak-otak dan kaki naga harus menggunakan bahan baku yang segar serta bahan-bahan pembantu yang berkualitas, diolah dengan higienis serta formulasi yang standar. Setiap periode tertentu sebaiknya perlu dilakukan uji laboratorium, untuk lebih meyakinkan kualitas mutu produk. Standar mutu yang bagus yaitu: elastisitas berkisar antara 26,73% - 65,66%, kadar abu antara 0,44% – 0,69%, kadar protein antara 10,44% - 16,40%, dan kadar lemak antara 0,09% - 0,55%.
4 Pemanfaatan Produk

Produk kaki naga merupakan salah satu bentuk diversifikasi produk hasil pertanian, terutama perikanan. Biasanya kaki naga dimanfaatkan sebagai makanan penunjang atau pelengkap dari makanan pokok. Kaki naga yang praktis serta cepat disajikan dan kaya akan kandungan gizi menyebabkan makanan ini banyak digemari baik dari anak kecil hingga orang dewasa. Selain itu produk ini sifatnya gurih sehingga dapat membantu mereka menambah nafsu makan, dengan bentuk yang menarik membuat produk ini menarik konsumen untuk membelinya.


BAB II
SELEKSI DAN URAIAN PROSES


A. Uraian Proses Secara Umum
Proses produksi pembuatan kaki naga ikan dimulai dari penerimaan bahan baku berupa fillet ikan yang masih segar, kemudian dilanjutkan dengan proses penggilingan fillet ikan hingga berbentuk pasta, pengadukan adonan dengan penambahan bahan baku lainnya, pemasakan, pencetakan menggunakan tangan dan sendok atau garpu, penggorengan secara deep frying, penirisan di meja penirisan, batter, breading, ditusuk dengan sumpit, pengemasan, dan pembekuan.
A. Seleksi Bahan Baku

Bahan baku dalam pembuatan kaki naga adalah fillet ikan. Dalam pemilihan bahan baku filet, dapat dibuat dari beberapa jenis ikan, namun jenis ikan yang lebih baik digunakan ialah ikan kerapu. Ikan kerapu merupakan ikan yang sangat digemari oleh konsumen dan ikan tersebut mudah dibudidayakan. Tingginya potensi dan kuantitas dari ikan kerapu menjadikan suatu tantangan dalam mengembangkan potensi ikan kerapu. Selain itu bila ditinjau dari aspek ekonomis, harga jual dari ikan kerapu rendah dan belum sebanding dengan pembudidayaan ikan. Filet ikan digunakan dalam pembuatan kaki naga sebagai bahan baku. Pemilihan bahan baku dengan menggunakan akan kerapu merupakan salah satu pemilihan yang tepat. Dikatakan demikian karena melihat harga jual produk segar ikan kerapu dengan harga jual rendah dan ketersediaan bahan baku yang baik. Dengan karakteristik bahan baku yang mudah rusak (busuk) dan harga jual rendah dibutuhkan teknologi pengolahan yang tepat. Salah satu upaya untuk hal tersebut ialah dengan teknologi pengolahan ikan berbasis surimi dalam bentuk kaki naga. Dimana dengan pengolahan ikan menjadi kaki naga dapat meningkatkan nilai jual ikan, memperpanjang umur simpan ikan. Adanya alternatif pengolahan ikan kerapu menjadi produk kaki naga tentunya dapat meningkatkan harga jual dari ikan kerapu sendiri.
B. Macam Proses

1. Fillet Ikan

Fillet ikan merupakan bahan baku utama. Fillet ikan yang baru diterima dimasukkan dalam ember atau bak penampungan dan diberi es fillet tetap segar dan tidak mengeras.
2. Penggilingan

Daging ikan Fillet yang sudah dicuci kemudian dimasukan ke dalam grinder untuk digiling sehingga berbentuk pasta. Pada saat penggilingan harus diberikan garam secukupnya. Garam diberikan pada awal penggilingan berguna untuk meningkatkan kerekatan pasta ikan. Jika dilakukan pada akhir penggilingan sifat kerekatan pasta akan menurun.
3. Pengadonan

Daging yang sudah berbentuk pasta dimasukkan ke dalam food processor untuk dilakukan pengadonan dengan penambahan bahan baku lainnya seperti tepung terigu,
maizena, susu dan telur yang berguna untuk menjaga kualitas kekenyalan kaki naga,kemudian adonan dimasukan bumbu berupa garam, gula, bawang bombay,bawang putih dan merica yang sudah dihaluskan sebelumnya. Waktupengadonan dilakukan selama 43 menit agar dapat menghasilkan adonan yang
betul-betul homogen. Hasil adonan yang telah selesai dimasukkan ke dalam emberbesar untuk dilakukan pencetakan.



4. Pencetakan

Pencetakkan adonan digunakan menggunakan tangan dan sendok atau garpu. Proses pencetakkan berlangsung cepat, adonan yang telah dicetak langsung dimasukan ke dalam penggorengan untuk dimasak.
5. Pemasakan
Pemasakan adonan dilakukan di atas penggorengan, adonan yang telah dicetak kemudian dimasak dengan menggunakan minyak sayur yang telah dicampur dengan air dengan suhu yang tidak terlalu panas (deep fat frying). Adonan harus terendam minyak, proses pemasakan berlangsung sampai kaki naga matang sekitar 70% - 80%.
6. Penirisan
Penirisan dilakukan untuk mendinginkan kaki naga dan mengurangi kadar minyak yang terdapat dalam otak-otak setelah dimasak. Penirisan dilakukan di meja penirisan yang berukuran 2 meter x 1 meter. Pada bagian lebar meja penirisan dipasang kipas yang berguna untuk mempercepat proses penirisan.
7. Penggulingan dalam Batter
Penggulingan dalam batter dilakukan setelah penirisan, dengan tujuan untuk menambah rasa gurih pada bagian luar kaki naga sebelum pelumuran dengan tepung roti.
8. Pencelupan ke dalam Telur Kocok
Pencelupan untuk memudahkan perekatan tepung roti pada kaki naga. Pelemuran dengan tepung roti, dimaksudkan agar kaki naga terasa lebih renyah, biasanya kaki naga sering dicampur dengan kunir sebagai bahan pewarna dan pengawet alami.
9. Penusukan dengan Sumpit Kayu

Penusukan dengan sumpit kayu merupakan tahapan akhir dari proses pembuatan kaki naga siap saji.
10. Pengemasan

Setelah proses pembuatan kaki naga siap saji, produk di kemas dengan sealer machine

11. Pembekuan
Pembekuan produk dilakukan dalam ruang penyimpanan produk jadi. Pembekuan dilakukan agar batter dan breader lebih melekat produk dan produk menjadi lebih awet.

E. Diagram Alir






















C. Aspek Ekonomi

1. Pemilihan Pola Usaha
Pemilihan usaha kaki naga dilakukan karena bahan baku utama berupa fillet ikan kerapu mudah didapatkan. Sedangkan jumlah permintaan otak-otak dan kaki naga cenderung bertambah tiap tahunnya, sehingga dapat memberikan pemasukan yang konstan. Selain itu teknologi untuk memproduksi kaki naga mudah didapat. Jumlah output kaki naga ditentukan oleh teknologi yang digunakan. Teknologi yang digunakan dalam proses produksi adalah teknologi semi mekanik (penggilingan dengan grinder, pengadonan dengan food processor, penghancuran bumbu dengan blender, perebusan dengan deep fryer, penirisan dengan meja penirisan, pengemasan dengan sealer machine, dan pembekuan dengan mesin pembeku).

2. Komponen dan Struktur Biaya Investasi
Biaya investasi termasuk komponen biaya tetap yang besarnya tidak dipengaruhi oleh jumlah produk yang dihasilkan. Biaya investasi untuk usaha pengolahan ikan ini terdiri dari: biaya perijinan, sewa tanah dan bangunan, serta pembelian mesin/peralatan produksi dan peralatan pendukung lainnya. Jenis, nilai pembelian dan penyusutan dari masing- masing biaya investasi yang dibutuhkan untuk memulai usaha pengolahan ikan ini. Biaya perijinan meliputi ijin usaha yang diperlukan yaitu : Surat Izin Tempat Usaha (SITU), Surat Izin Usaha Pengolahan (SIUP), Izin Usaha Industri, Tanda Daftar Perusahaan (TDP), izin dari Depkes, SPH (Surat Pengolahan Hasil), dan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP). Sewa tanah dan bangunan dibayarkan tiap tahun, sehingga setiap tahun harus dikeluarkan biaya untuk komponen biaya sewa. Pada tahun-tahun tertentu dilakukan reinvestasi untuk pembelian mesin atau peralatan produksi yang umur ekonomisnya kurang dari 5 tahun.

3. Biaya Operasional
Biaya operasional merupakan biaya variabel, sehingga besar kecilnya dipengaruhi oleh jumlah produksi. Komponen dari biaya operasional antara lain: pengadaan bahan baku, bahan pembantu, bahan pendukung, biaya pemasaran, upah tenaga kerja, BOP, peralatan operasional, biaya transportasi, listrik dan telepon, serta upah tenaga kerja.
4. Kebutuhan Dana Investasi dan Modal Kerja
Kebutuhan investasi maupun modal kerja sebenarnya tidak harus dipenuhi sendiri. Jumlah modal yang dibutuhkan untuk memulai usaha pengolahan ikan. Seluruh kebutuhan dana untuk investasi tersebut berasaldari dana pengusaha sendiri. Hal ini berdasarkan fakta bahwa pada saat dilakukan penelitian di lapangan, tidak ada satupun pengusaha pengolahan ikan yang memperoleh kredit investasi dari lembaga keuangan. Modal kerja para pengusaha pengolahan ini seluruhnya menggunakan dana sendiri. Hal ini ditetapkan berdasarkan kebutuhan dana awal untuk satu kali siklus produksi.

















BAB III
PENUTUP


3.1 Kesimpulan

Adapun kesimpuran dari makalah ini adalah mudanya proses pembuatan produk ini dan tidak menggunakan banyak waktu.

3.2 Saran
Dari hasi pembahasan maka kami satrankan bahwa pengkajian produk ini tdak hanya sampai tahapan pendiskusian, tapi bagaimana mempraktekanya, agar semua mahasiswa dapat mengetahui keseluruhan proses.

















DAFTAR PUSTAKA


http://www.scribd.com/doc/30549713/PP-kaki-naga

http://mitrasuksesarmani.indonetwork.net/1398567/kaki-naga-ikan-udang.htm
http://resepmasakanmu.com/resep-masakan-kaki-naga.htm
http://www.kaskus.us/showthread.php?t=4990396&page=8

potensi sulawesi tengah

potensi sumber daya alam yang cukup potensial untuk dikembangkan antara lain sektor perkebunan,pertanian, kelautan dan perikanan serta tidak kalah pentingnya sektor pariwisata. Untuk sektor perkebunan misalnya komoditi kakao merupakan penghasil terbesar di tanah air. Sektor Pertanian seperti beras juga merupakan penghasil terbesar bahkan mensuplay ke daerah lain seperti Gorontalo, Manado, dan Kalimantan. Sedangkan sektor kelautan dan perikanan hingga kini sedang dikembangkan perikanan tangkap dan budidaya rumput laut yang merupakan primadona Sulawesi Tengah dengan lokasi areal pengembangan zona satu laut Sulawesi dan Selat Makasar, zona dua teluk Tomini dan zona tiga Teluk Tolo. untuk mewujudkan potensi tersebut ungkap Sudarto membutuhkan antisipasi baik dari sisi kapasitas maupun komitmen bersama. Sementara sektor pariwisata ungkap Wakil Gubernur juga cukup banyak bahkan menjanjikan untuk dikembangkan seperti Danau poso, Pulau Togean, namun belum dioptimalkan karena terbatasnya infrastruktur. Yeni 2012 SDA Sulteng Potensial untuk Dikembangkan

posting pertama

makasih ya, ini posting pertama sy,,,
nantinya kalian akan membaca artikel dari sy